JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi kehadiran Yayasan Aktivis 98 Peduli yang didirikan oleh para aktifis pergerakan Reformasi 1998. Bergerak di berbagai kegiatan sosial kemanusiaan, dengan fokus pada pendidikan, kesehatan, dan pendidikan.
“Jika dahulu para aktifis 98 mengantarkan Indonesia ke arah reformasi, kini mereka bisa berhimpun kembali dalam satu barisan melalui Yayasan 98 Peduli. Dari kekuatan sosial bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi, bisa dengan mendirikan klinik kesehatan, lembaga pendidikan, maupun menyelenggarakan berbagai pentas seni kebudayaan,” ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Yayasan Aktivis 98 Peduli, di Jakarta, Selasa (2/7/24).
Hadir dari Pengurus Yayasan Aktivis 98 Peduli antara lain, Pembina Sangap Surbakti, Pengawas Alex, Ketua Deti Artsanty, dan Sekretaris Olieve.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga mengajak Yayasan Aktivis 98 Peduli untuk melakukan kajian terhadap perjalanan reformasi yang sudah memasuki usia ke-26 tahun. Sejauh mana kondisi saat ini sudah mencerminkan cita-cita awal reformasi, khususnya dalam hal demokrasi dan kesejahteraan rakyat.
“Dimasa awal reformasi, para reformis mencita-citakan ‘democracy is the king’, namun kini kondisi realitasnya malah menjadi ‘cash is the king’. Sebagaimana disampaikan Pak Amien Rais dalam Silaturahmi Kebangsaan bersama Pimpinan MPR, semangat awal membuat pemilihan langsung oleh rakyat adalah karena dianggap calon yang maju dalam pemilihan umum tidak akan bisa menyuap rakyat pemilih dengan nominal rupiah yang besar. Namun realitasnya ternyata hal yang dianggap mustahil tersebut justru malah menjadi kenyataan,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, para founding fathers kita sejak awal sudah membuat formula demokrasi Pancasila, sesuai jati diri bangsa Indonesia yang kental dengan semangat gotong royong. Semangat demokrasi Pancasila tercermin dalam sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Selain mengkaji sistem Pemilu, kajian lain juga bisa dilakukan terhadap keberadaan pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Pasca empat kali amandemen, dengan adanya ketentuan “efisiensi berkeadilan” yang tercantum dalam pasal 33 ayat 4, dianggap telah mengubah konsep negara kesejahteraan menjadi liberalisasi sistem ekonomi.
“Kegiatan ekonomi menjadi bisa dikendalikan oleh mekanisme pasar yang cenderung menciptakan penguasaan terhadap potensi ekonomi hanya pada segelintir orang/kelompok saja. Hal ini kemudian berkembang menjadi ekonomi liberal dengan munculnya praktik-praktik oligopoli bahkan monopoli. Tidak heran jika keran impor terhadap berbagai kebutuhan pokok terbuka lebar. Peran asing dalam pengelolaan kekayaan sumber daya alam berupa minyak, gas, dan mineral lain yang terkandung didalamnya, juga menjadi terbuka lebar. Perlahan peran negara menjadi hilang,” pungkas Bamsoet.
( tnn /B.D )