Beberapa waktu lalu, pada saat pelaksanaan liburan NATAL dan TAHUN BARU tahun 2023, peristiwa bencana kembali terjadi. Putusnya jalur Pekanbaru-Padang tepatnya pada Kelok 17 menyebabkan akses yang tertutup untuk Pekanbaru-Padang. Selain itu, terdapat kurang lebih 30 longsoran lainnya yang terjadi di jalur tersebut menyebabkan jalur ini tidak dapat dilewati. Kejadian ini ternyata juga menyebabkan 1 orang meninggal dunia.
Jalur ini merupakan jalur utama yang hampir selalu dilewati oleh masyarakat dari dan menuju Padang yang berasal dari Pekanbaru dan Riau pada umumnya. Hal ini ternyata sudah bertahun tahun juga terjadi ketika musim hujan berlangsung di wilayah Riau maupun Sumbar. Hal ini dikarenakan geometri jalur Lintas Riau Sumatra Barat yang cenderung berbukit-bukit dan jalur berada di pinggir tebing terutama pada perbatasan Riau dan Sumatra Barat, membuat jalur ini termasuk salah satu jalur yang rawan sekali terjadi kejadian tanah longsor.
Adapun kerugian yang didapatkan akibat dari kejadian ini cukup besar, dimana dampak secara langsung tentunya proses pengembalian fisik jalan serta kawasan yang terdampak. Akan tetapi, dampak yang dirasakan justru dirasakan oleh masyarakat, baik dari Sumatera Barat maupun Riau. Pada tahun 2021, Guebrnur Riau pada masa itu, Syamsuar, telah menandatangani kesepakatan bilateral dengan Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi terkait dengan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat kedua propinsi tersebut. Adapun isi detail kesepakatannya antara lain mengenai kerjasama pengelolaan pangan termasuk pertanian, perkebunan dan holtikultura, kerjasama distribusi dan ketersediaan pangan, serta sama sama menjaga ketertiban umum terutama pada wilayah perbatasan.
Adanya bencana ini tentu implementasi kerjasama kedua pihak akan terganggu. Masyarakat juga sangat terdampak dari sisi sosio-ekonomi, seperti terputusnya pasokan logistik dan sembako sehingga ketersediaan barang kebutuhan pokok di Riau menjadi terhambat. Hal ini tentunya meningkatkan harga barang kebutuhan pokok di Riau, seperti yang terjadi pada beberapa hari pasca kejadian longsor beberapa harga barang kebutuhan pokok di sejumlah pasar mengalami kenaikan harga.
Selain itu, dari segi kawasan yang terdampak longsor juga menjadi kerugian terkait dengan produktivitas pangan yang dihasilkan dalam kawasan produktif tersebut. Selain itu, potensi kerugian juga terjadi pada pelaku pariwisata. Liburan Natal dan Tahun baru pada tahun ini seharusnya dapat menjadi masa yang indah dimana pelaku pariwisata mendapat pendapatan yang lebih banyak dibandingkan hari lainnya.
Akan tetapi, dengan kejadian longsoran ini, tentunya potensi pendapatan yang didapat oleh para pelaku wisata akan menurun signifikan. Para pelancong terutama di kedua propinsi akan memilih wilayah wisata yang lainnya daripada harus melintasi jalur yang tersedia.
Gambaran jalur perbatasan Riau-Sumatera Barat memang memiliki topografi wilayah yang cukup terjal. Infrastruktur jalur perbatasan Riau-Sumatra Barat melewati tantangan kawasan yang berbukit, yakni Kawasan pegunungan bukit barisan yang membentang sepanjang perbatasan Riau-Sumbar. Hal ini mengakibatkan pola jalur lintas Riau-Sumbar cenderung mengikuti pola kontur alami untuk menjadikan solusi pembangunan jalur yang optimal dalam pembangunannya.
Hal ini tentunya memiliki dampak terhadap resiko yang timbul dengan pemilihan trase dalam pemilihan jalurnya. Secara teoritis, pembangunan jalan yang melewati tipikal topografi yang berbukit memanglah harus mewaspadai adanya limpahan struktur tebing yang tiba-tiba menurun atau kita sebut dengan longsor. Kekuatan tebing di sisi jalan perlu adanya perkuatan yang dapat melindungi dari longsoran.
Tinjauan dari penelitian terkait potensi longsor di wilayah jalur perjalanan lintas Riau-Sumatera Barat sudah banyak dilakukan. Berdasarkan referensi yang ada, potensi longsor di sepanjang jalur perbatasan antara Sumatera Barat (Sumbar) dan Riau ,memang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mutmainah pada tahun 2021 menunjukkan bahwasanya adanya potemsi longsor di kawasan kabupaten Agan dan Pasaman Barat. Lebih lanjut, potensi adanya longsoran di kawasan tersebut disebabkan pada adanya potensi likuifaksi yang cukup besar di kawasan tersebut. Likuifaksi merupakan sebuah fenomena geoteknik di mana tanah yang jenuh air kehilangan kekuatan dan kekakuannya akibat adanya gerakan atau getaran, seperti gempa bumi.
Dalam kondisi ini, tanah berperilaku mirip dengan cairan. Potensi longsor lainnya juga dapat disebabkan oleh kemiringan lereng, jenis tanah dan kondisi curah hujan. Penyebab ini yang paling relevan karena kejadian longsor pada jalan yang terdapat di jalur perbatasan Riau-Sumbar lebih banyak terjadi pada kondisi curah hujan yang cukup tinggi.
Selain itu, lingkungan tanah di atas tebing juga mempengaruhi keamanan tebing pada sekitar jalur tersebut. Adanya peran manusia menjadi aktor utama dalam hal ini akibat tata guna lahan yang sebelumnya wilayah hutan menjadi wilayah yang dieksploitasi untuk kebutuhan manusia, seperti perkebunan, hingga perumahan.
Adapun solusi dalam mengatasi maupun mencegah kejadian longsor karena potensi yang sudah dikaji sebelumnya dengan beberapa tahapan. Salah satu diantaranya adalah dengan memasang dinding penahan tanah dan tiang penahan tanah sangat penting untuk memperkuat stabilitas lereng yang berdekatan dengan jalan raya. Hal ini secara struktural dapat membantu kestabilan posisi tanah yang selalu menerima tekanan baik dari dalam maupun dari luar tanah tersebut. Arah tekanan yang terjadi dalam tanah pun dapat berupa arah horizontal maupun vertikal.
Pada struktur tanah alami sebenarnya sudah memiliki ketahanan terhadap tekanan tersebut. Akan tetapi, kondisi tanah yang berada di sisi jalan secara otomatis menjadi ujung penahan tekanan, karena terputusnya jalur tekanan yang harus ditanggung.
Melalui dinding penahan tanah ataupun tiang penahan tanah sehingga mengurangi potensi erosi tanah dan tanah longsor terutama pada tebing yang berada di sisi. Selain itu, memiliki konsistensi pendataan terhadap faktor penyebab longsor pada jalan menjadi salah satu metode yang penting.
Hal yang dimaksud antara lain memeriksa secara rutin besaran hujan yang berada di lokasi infrastruktur jalan yang rawan longsor, pemeriksaan rutin kondisi tebing di sekitar infrastruktur jalan sehingga dapat dilakukan mitigasi yang lebih baik dalam pencegahan longsor di sekitar kawasan jalan yang terindikasi rawan terhadap longsor.
Selain itu, proses pencegahan longsor juga dapat dilakukan dengan penggunaan teknik pemantauan menggunakan alat teknologi terkini, seperti ekstensometer dan teknologi penginderaan jauh untuk memberikan pemetaan yang lebih baik mengenai deformasi permukaan tanah dan pergerakan dalam rangka memberikan informasi terkait bahaya tanah longsor dengan semacam peringatan dini terutama pada pengguna jalan serta masyarakat setempat.
Data ini sangat penting untuk sistem respons tepat waktu terhadap potensi bahaya longsor di sepanjang jalan raya. Pada akhirnya, kesiapsiagaan dan upaya mitigasi bencana berbasis masyarakat memainkan peran penting dalam mencegah tanah longsor.
Pengetahuan dan kearifan lokal, seperti yang ditunjukkan dalam studi tentang masyarakat lokal dalam pencegahan bencana, dapat menginformasikan strategi mitigasi yang sesuai dengan budaya dan efektif menjadi wawasan yang harus terus disosialisasikan kepada masyarakat.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam kesiapsiagaan dan tanggap bencana dapat meningkatkan ketahanan daerah secara keseluruhan terhadap bahaya tanah longsor. Dalam jangka panjang, amat penting juga untuk senantiasa mempertimbangkan dampak penggunaan lahan dan tutupan lahan terhadap kerentanan tanah longsor.
Praktik pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan perencanaan tata guna lahan dapat berkontribusi dalam mengurangi risiko longsor di sepanjang jalan raya pada perbatasan Riau-Sumatra Barat.
Kesimpulannya, pencegahan tanah longsor di sepanjang jalan raya membutuhkan pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan teknik geoteknik, ilmu lingkungan, pelibatan masyarakat, serta teknik pemantauan dan prediksi yang canggih. Dengan menerapkan kombinasi tindakan geoteknik, teknologi pemantauan canggih, kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat, dan praktik pengelolaan lahan yang berkelanjutan, risiko tanah longsor di sepanjang jalan raya dapat dimitigasi secara efektif. Dalam hal ini adalah termasuk dalam kawasan jalan nasional.
Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut keberlanjutan infrastruktur jalan ini ke depan apakah diteruskan atau tidak. Adanya alternatif jalan tol bukanlah menjadi alasan untuk pemerintah dalam mengabaikan urgensi keselamatan pada infrastruktur jalan nasional terutama pada perbatasan Riau-Sumbar.
Tugas pemerintah dalam hal ini untuk menjaga dan merawat perbatasan Riau-Sumatra Barat sebagai bentuk kewajiban pemerintah atas kontribusi pajak yang telah masyarakat berikan kepada negara. Pemikiran yang harus ditanamkan adalah Jalan Tol merupakan pilihan pemerintah, sedangkan Jalan Nasional non Tol merupakan Kewajiban pemerintah. Diharapkan kesadaran pada seluruh pihak yang berwenang guna menjamin keselamatan jalan pada wilayah perbatasan Riau-Sumatra Barat.
( tnn )
Biografi :
Muchammad Zaenal Muttaqin Lahir di salah satu kota industry Jawa Tengah, Cilacap. Menghabiskan masa studi SD di Cilacap, Makassar, dan Mojokerto, lalu dilanjutkan studi SMP di Pontianak dan menempuh studi SMA di Pekanbaru. Kemudian melanjutkan Pendidikan tinggi di UGM pada tingkat sarjana dan Karlstad University di Swedia. Lulusan Magister bidang system dan pelayanan Transportasi Publik tahun 2016. Saat ini aktif sebagai dosen tingkat Sarjana di Teknik Sipil Universitas Islam Riau, Pekanbaru. Selain itu aktif juga dalam menulis artiker jurnal, aktif di organisasi FSTPT sebagai Forum Transportasi Antar Perguruan Tinggi dan juga menjadi pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia dalam wilayah Riau.
Email: muchzaenalmuttaqin@eng.uir.ac.id
Respon (1)